Pada 22 April 2019 Asahan berduka. Bapak Pembangunan Drs.H Taufan Gama Simatupang MAP Bupati Asahan Berpulang ke rahmatullah. Beliau meninggalkan satu istri yaitu Hj.Winda Fitrika TGS dan 5 orang anak. Buya, begitu biasa masyarakat Asahan memanggilnya, kini pergi untuk selama lamanya.
Saat itu Asahan kehilangan sosok pemimpin yang setidaknya sudah berhasil meletakkan pondasi pembangunan Asahan melalui Visi besarnya Asahan Religius, sehat, cerdas dan mandiri. Kepergiannya meninggalkan kesedihan yang cukup mendalam baik bagi anak istri, keluarga maupun orang terdekat tak terkecuali Rakyat Asahan.
Pasca Drs.Taufan Gama Simatupang berpulang, kepemimpinan Asahan berganti. Tampuk kepemimpinan pun secara konstitusional berpindah dari Almarhum Taufan Gama kepada Wakil Bupati Asahan H.Surya Bsc melalui proses Plt dan sampai akhirnya beliau di defenitifkan.
Kepergian Almarhum yang mendekati Tahun Politik pilkada serentak tahun 2020 kemudian menjadi pembahasan hangat, walaupun belum genap setahun pasca meninggalnya Buya, para elit mulai perlahan mebincangkan siapa sosok pengganti buya. Nama Bapak H. Surya BSc pun tak luput dari pembahasan. Beliau dijagokan oleh segelintir orang untuk maju bertarung dipilkada.
Kirkah politikpun kian meluas. Beberapa kelompok masyarakat mulai pelan mencocok cocokan masing-masing tokoh. nama sekretaris daerah Pemkab Asahan juga turut menjadi salah satu figur yang juga ‘deras’ dibahas sebagai pasangan Bapak H.Surya.
Sederetan nama lainya seperti Ketua partai Rosmansah STP, dan beberapa tokoh Asahan kian bermunculan, tak terkecuali Istri Almarhum Buya Taufan Gama Simatupang Yaitu Hj.Winda Fitrika TGS, atau akrab di kenal dengan Umik. Kemunculan nama umik winda ditengah mendekati kontestasi politik ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Sinyal baik datang dari ratusan mantan relawan dan pecinta Almarhum buya Taufan. Mereka langsung menunjukan sikap untuk mendukung Winda.
Melihat sambutan yang luar biasa, membuat istri mantan bupati inipun seperti punya kekuatan baru ditengah banyaknya orang orang yang selama ini ada dilingkaran kekuasaan suami beliau dan mendapatkan manfaat dari kekuasaan yg justru kini menjauh.
Namun demikian Hj, Winda sepertinya menganggap hal itu wajar dan biasa terjadi dimana mana. Winda Fitrika melaju bak bola salju yang kian hari kian membesar. Namanya cukup mendominasi di kalangan elektoral akar rumput. Sosoknya banyak diperbincangkan, terutama para Milenial, perempuan dan mamak-mamak.
Munculnya Hj.Winda di tengah masyarakat membuat banyak pihak terkejut. Bukan tanggung, Aktivitasnya yg hobi turun menyapa dan mendengarkan aspirasi rakyat ini membuatnya kemudian mendapat apresiasi masif dari banyak tokoh. Bahkan tak sedikit yang menganggap gerakan Winda momok yang menakutkan bagi lawan politik.
Sambutan Rakyat yang luar biasa ini juga membuat banyak pihak gerah. Isu negatif yang menjurus kepada fitnah pun mulai digelontorkan dan nyaring terdengar. mulai dari isue Haus kekuasaan, Kemudian isue dinasti, sampai winda dianggap oleh beberapa kelompok bahwa beliau tidak menerima kenyataan, dianggap belum bisa menerima kehihalangan kekuasaan. ironisnya ada yang tega memfitnah beliau dengan sebutan wanita ini itu dan sebagainya. Naudzubilahiminjalik.
Padahal apa yang di isukan itu tidak benar. Bahwa dorongan rakyat yang sudah mencapai titik kulminasi yang membuat beliau memutuskan untuk maju. Dorongan itu datang bergelombang khususnya dari mantan relawan buya dan barisan mamak-mamak yang sempat dibina beliau melalui Adz-Dziniyah yang tersebar di hampir seluruh desa.
Munculnya Hj.Winda ditengarai banyak pakar politik lokal merupakan angin segar terhadap perpolitikan Asahan. Sebab sosoknya yang selama ini mungkin saja dianggap kalem kemudian tiba tiba lebih diterima rakyat daripada calon lainya.
Pengalamanya hampir 15 Tahun mendampingi buya dimulai dari wakil sampai hampir dua priode menjadi bupati dianggap bahwa Winda memiliki pengalaman dan pengetahuan yg cukup terkait situasi asahan secara kaffah.
Digadang gadangnya Hj.Winda ternyata berdampak adanya kesenjangan antar elit yang masih memiliki hati nurani dan yang tidak memiliki hati nurani. Ada yang memilih diam, ada yang memilih mendukung dan ada yang malah menyerang. dengan dalil loyalitas dan kesetiaan Tidak sedikit dari mereka yang pernah dibesarkan oleh buya kemudian memilih tidak bersikap. Namun tak sedikit pula malah justru menyerang individu Hj.Winda.
Bagi penganut Paham Politik Nicole machiaveli prilaku ini hal yang sudah biasa dalam setiap kontestasi politik. Mereka berpandangan bahwa dalam politik itu yang penting kekuasaan dapat direbut dan memgabaikan etika dan moral. padahal harusnya dalam berpolitik Etika dan moral harus menjadi pondasi. Sebab hubungan yang terjalin itu didasarkan atas hati nurani bukan sekedar kepentingan jabatan dan kepentingan pekerjaan. Apalagi bagi mereka yang sempat memiliki kedekatan dengan almarhum.
Terlalu naif dan kejam jika diantara mereka itu malah ikut menyerang Hj.Winda. padahal mereka harusnya bisa bersikap bijak. kalaupun tidak mendukung ya minimal mereka jangan menyerang. Namun demikian menganggapi serangan dari orang yang lupa atas peran suaminya justru disikapi dengan sabar. Winda menunjukan sikap kenegarawananya dengan tetap menghargai sikap mereka yg memang terbiasa seperti itu.
Harusnya budaya ketimuran yang menjadi patron bersikap dan bertindak selama ini jangan sampai rusak hanya karena perbedaan pilihan politik. Asahan yang baldatun toyabatun warabunghofur adalah harapan kita bersama.(AS1)
Oleh: Husni Mustofa S.Kom.I
Pembina Lingkar Mahasiswa Asahan (LiMA)