Gorontalo – Angka kusta di Indonesia cukup tinggi, bahkan menjadikan negara ini bertengger di posisi ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Brazil. Sayangnya, stigma di masyarakat masih melekat sehingga masih banyak masyarakat yang enggan berobat dikarenakan rasa malunya.
Pandangan seperti ‘penyakit kutukan’ meskipun terdengar kejam tapi benar-benar dialami oleh mereka. Tak jarang diskriminasi terjadi bagi para pejuang atau orang yang sudah terlepas dari masalah kustanya. Padahal, jika dibiarkan masalah kusta bisa makin parah dan berujung pada kecacatan.
“Stigma itu masih banyak (di masyarakat), justru itu yang buat orang tidak mau berobat karena malu,” Lita Renata Sianipar, SKM, M.Epid, Kasubdib Penyakit Tropis Menular Langsung (PTML) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sementara itu, dr Firmansyah Arief, MPH, Konsultan Kusta dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahwasanya kusta merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh mikrobakteri lepra.
“Sebenarnya sama dengan infeksi lain, hanya saja yang bikin bahaya karena menyerang saraf tepi,” jelas dokter dengan nama sapaan dr Firman tersebut.
Ketika saraf tepi rusak, maka fungsi saraf terganggu mulai dari sensorik, motorik, dan salah satunya sensor yang ikut terlibat dari proses pembentukan keringat. Sehingga, tak hanya otot yang sulit digerakan, namun juga keringat tidak dapat terbentuk. Akibatnya, orang yang memiliki kusta pastinya memliki kulit kering.
“Akibatnya kulit retak-retak (kering), mudah luka, masuk bakteri, tambah deh,” jabar dr Firman.
Meskipun nyatanya masalah kusta dapat ditangani sedini mungkin dengan pemberian obat, stigma yang ada di masyarakat inilah yang mengganggu jalannya pengobatan. Alhasil, fungsi gerak otot pun menjadi semakin terkendala.
“Otot tuh biasanya berpasangan. Kalau otot yang fleksi lumpuh, maka otot ekstensi dominan, jarinya jadi kiting (keriting),” ujarnya.
Maka dari itu, Kemenkes dan WHO sedang berusaha sebisa mungkin untuk mewujudkan visi yang telah dibangun agar pada tahun 2020 kusta dapat dieleminasi dari Indonesia. Jadi, stop diskriminasi pada orang-orang yang memiliki atau pernah dijangkiti kusta untuk mendukung cita-cita bangsa.
Sumber : Detik