Pemkab Asahan Akan Perkarakan SAJO ke Ranah Hukum

oleh

Asahansatu || Pemkab Asahan, Sumatera Utara telah memutuskan akan tetap menagih pajak daerah kontraktor proyek PLTA Asahan 3, Schimizu Corp – PT.Adhi Karya (persero) Tbk Joint Operation (SAJO). Jika tetap bandel, Pemkab Asahan akan bawa ke ranah hukum.

Kabag Hukum Setdakab Asahan, Agus Pranoto mengatakan, tidak ada alasan mendasar jika kegiatan pengerukan batuan tersebut tidak kena pajak daerah, apalagi karena alasan proyek yang dikerjakan tersebut menyangkut fasilitas umum. “Kita punya Perda, dan semua pihak harus tunduk kepada perda itu, karena Perda adalah bagian dari produk hukum.,”katanya, Rabu (1/9/21).

Dia mengatakan, pihaknya telah selesai melakukan kajian dan telaahan hukum terkait dengan alasan SAJO yang menolak untuk membayar pajak daerah. Dari kajian dan telaah itu, sebut dia, SAJO tetap dikenakan Perda Nomor 11 tahun 2011, yang telah di ubah dengan perda no 4 tahun 2019 tentang Pajak Daerah.

Dari hasil kajian, Perda kabupaten Asahan tentang pajak daerah itu tidak bertentangan dengan regulasi yang berada diatasnya. Termasuk dengan Undang-Undang Minerba. Karena Perda ini diturunkan dari Undang-Undang dan regulasi di atasnya.

Selain itu, kata dia lagi, dari aspek unsur pajak, semua unsur telah terpenuhi. “Ada tiga unsur, pertama dari unsur objek pajak, Subjek pajak dan Objek pajak. Semuanya terpenuhi,”ungkapnya.

Agus kemudian merincikan dari telaahan dan kajian ini. Dari unsur objek pajak, jelasnya, objek pajak dalam persoalan ini adalah batuan. Batuan tersebut merupakan hasil pengerukan yang dilakukan oleh duet perusahaan antara Jepang-Indonesia itu dalam kawasan hutan di kecamatan Aek Songsongan kabupaten Asahan yang termasuk bagian dari area proyek yang dikuasai PLN sebagai pemilik proyek. Dari unsur objek pajak, yang melakukan pengerukan adalah SAJO, dan dari unsur wajib pajaknya juga adalah SAJO.

Jadi, menurut Agus, dari ketiga unsur ini saja, sudah cukup jelas untuk menerangkan jika SAJO merupakan pihak ketiga yang diikat oleh kontrak kerja, yang dengan demikian mereka wajib membayar pajak. Karena itu, Pemkab Asahan memutuskan akan tetap menagih pajak daerah dari perusahaan ini.

Apalagi menurut Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) Pemkab Asahan, tidak sedikit pajak daerah yang harus dibayar SAJO kepada Pemkab Asahan. Bahkan instansi pemerintah daerah ini mengestimasi bisa hingga mencapai milyaran rupiah. “Jadi alasan mereka menolak karena kegiatan pengerukan tersebut menyangkut fasilitas umum sangat tidak mendasar,” tegasnya.

Menurut Agus, SAJO bisa saja berkelit tidak terkena pajak daerah, akan tetapi jika batuan yang mereka keruk itu berada dalam areal milik mereka sendiri, dikeruk sendiri dan dipergunakan untuk keperluan dan kepentingan sendiri. Sedangkan dalam persoalan ini SAJO mengambil batuan dari alam kabupaten Asahan, dan diambil untuk kepentingan proyek.

Pejabat Pemkab Asahan ini kembali menegaskan, kesimpulan langkah-langkah apa yang akan ditempuh oleh pemerintah daerah dalam menghadapi perusahaan kontraktor proyek PLTA 3 Asahan ini akan dirembukkan dalam rapat antara Bagian Hukum dan Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappeda) Pemkab Asahan.

Namun Agus memastikan, jika SAJO tetap tidak mau membayar, maka Pemkab Asahan akan segera melimpahkan kasus ini ke ranah hukum.

“Besok (Kamis) kita akan rapat. Disini kita akan tentukan langkah-langkah apa yang akan ditempuh. Salah satunya kemungkinan langkah hukum. Bappeda itu kan punya mou dengan instansi penegak hukum, nah, kita akan pergunakan jalur ini,” ujarnya.(MHS)