Jakarta – Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan lokasi Ibu Kota Negara baru Republik Indonesia ada di sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah itu akan menjadi ibu kota yang baru lahir di DKI Jakarta.
Jokowi menunjuk sebagian wilayah di dua kabupaten yaitu Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.Wilayah tersebut telah dimiliki oleh negara dengan luas mencapai 180 ribu hektare.
Menurut Jokowi, upaya pemindahan ibu kota ke Kalimantan cukup mendesak saat ini, terlebih Indonesia tidak bisa terus-menerus membebankan Jakarta dan Pulau Jawa memiliki masalah yang semakin berat.
“Kita tak bisa terus-menerus membiasakan Jakarta dan Jawa semakin berat dalam hal kepadatan penduduk, kemacetan, polusi udara dan udara. Ini harus diperbaiki dan bukan kesalahan Pemprov DKI,” tutur Jokowi di Istana Negara, Senin 26 Agustus 2019.
Selain itu, perlunya pemindahan Ibu Kota Negara juga melihat faktor ekonomi antara Pulau Jawa dan Pulau Jawa yang terus meningkat, sedangkan pada tahun 2001 telah dilakukan otonomi daerah.
Dan, lanjut Jokowi, keputusan pemindahan Ibu Kota Negara ini telah melakukan penilaian mendalam selama tiga tahun terakhir, sehingga memutuskan dua daerah ini menjadi paling ideal untuk digunakan ibu kota baru.
Sementara itu, idealnya ibu kota baru juga dapat dilihat dari risiko kebencanaan yang minimal, baik itu bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan tanah longsor.
Kemudian, penunjukan Kalimantan Timur juga karena sangat strategis di tengah-tengah Indonesia dan di tengah kota yang sudah berkembang, yaitu Samarinda dan Balikpapan.
Tak sampai di situ, Jokowi menuturkan, rencana pemindahan ibu kota sudah digagas sudah lama, bahkan sejak Presiden Soekarno.Bahkan, selama 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah pulang sendiri ibu kotanya.
Sementara mengapa Ibu Kota Negara Indonesia harus pindah, secara lengkap, Jokowi menuturkan, ada beberapa alasan, yaitu:
Pertama , beban Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, pusat jasa, dan memiliki bandara, serta pelabuhan terbesar di Indonesia
Kedua , beban Pulau Jawa yang lebih berat dengan penduduk 150 juta jiwa atau 54 persen dari total penduduk Indonesia.
Ketiga , beban semakin berat, karena 58 persen Produk Domestik Bruto (PDB) atau ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa, dan Jawa menjadi sumber ketahanan pangan.Beban ini akan semakin berat, jika ibu kota tetap di Pulau Jawa.
Butuh Waktu Tiga Tahun
Sementara itu, untuk dapat memindahkan Ibu Kota Negara ke wilayah yang telah ditunjuk tersebut, pemerintah menjadwalkan akan memulai proses pengerjaan infrastruktur dan konstruksi pada 2020.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan, pembangunan ibu kota yang baru akan dimulai pada tahun 2020, dan pembangunan yang didukung waktu tiga hingga empat tahun.
Ia mengungkapkan, pembangunan ibu kota dimulai dari pembangunan prasarana dasar, yaitu jalan dan udara. Dilanjutkan, dengan pembangunan gedung-gedung pemerintahan.
“Penyiapan lokasi kita akan dimulai 2019 hingga 2020. Pembangunan prasarana dasar jalan dan udara, yaitu bendungan,” kata Basuki, saat diumumkan ibu kota baru di Istana Negara, Senin 26 Agustus 2019.
Basuki mengatakan, pihaknya telah menemukan lokasi yang dibangunnya bendungan, guna disediakan air bersih ibu kota baru. Pihak kontraktor akan mendesain tata kota ibu kota baru, dan desain diharapkan sudah selesai pada tahun depan.
“Pembangunan gedung pemerintah butuh desain-desain arsitektural yang terdepan,” katanya.
Basuki mengutip, dengan memuat waktu tiga hingga empat tahun ke depan, maka, ibu kota baru disetujui selesai pada 2024. “Jadi, mungkin 2023-2024 selesai,” ucapnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro mengatakan, dengan proses pengerjaan konstruksi dilakukan selama tiga hingga empat tahun, maka pada 2024 sudah bisa dipindahkan pusat pemerintahan.
Ia mengungkapkan, pindahnya Ibu Kota Negara ke Kalimantan tidak akan mengubah struktur pusat bisnis Jakarta. Sebab, Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis dan keuangan berskala internasional.
Sementara dalam prosesnya ke depan, Bambang mengungkapkan, dari 180 ribu hektare lahan yang tersedia, pihaknya akan menggunakan sebanyak 40 ribu hektare terlebih dahulu yang kemudian dapat menambah berikutnya.
Hal itu dilakukan lantaran, di dalam kawasan itu, diketahui ada kawasan konservasi hutan, yaitu Bukit Soeharto atau dengan nama lengkap Taman Hutan Raya Bukit Soeharto.Hutan tersebut rencananya akan direhabilitasi.
“Dari 180 ribu hektare itu separuhnya nanti adalah ruang terbuka hijau, termasuk hutan lindung. Jadi, hutan lindung tidak akan diganggu,” kata Bambang di Istana Negara, Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor mengatakan, lahan yang diperlukan untuk ibu kota baru sudah memenuhi persyaratan. Dia mengaku mendukung dan siap berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Lokasi ibu kota baru ini cukup mendukung.Selain itu, lanjut dia, fasilitas transportasi ke wilayah tersebut sudah cukup layak, seperti tersedianya dua bandara internasional yang disediakan di Samarinda maupun Balikpapan.
“Kemudian ada jalan tol Samarinda, Balikpapan, dan sebaliknya. Itu juga merupakan fasilitas yang menurut saya ada,” kata dia.
Dukungan Pengusaha
Menanggapi langkah Presiden Joko Widodo yang telah menunjuk Kalimantan Timur menjadi lokasi ibu kota baru, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, meminta dukungan ekonomi dan dunia usaha mendukung keputusan itu.
Menurut Ketua Umum Kadin Rosan Perkasa Roeslani, keputusan itu telah disetujui oleh kajian yang mendalam, matang, dan terukur dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas. Untuk itu, pantas didukung.
“Saya rasa harus sudah ditentukan, ya semua pihak harus siap dan mendukung dari pemerintah ini, baik dari segi regulator, baik segi dari dunia usaha. Ini sudah ditentukan satu keputusan mari kita dukung gitu ,” tuturnya di Menara Kadin, Jakarta, Senin , 26 Agustus 2019.
Dalam proses pemindahan tersebut, Rosan menyetujui akan membutuhkannya. Karenanya, lanjut dia, pelaku usaha bisa mengambil peran di sektor tersebut, kemudian dalam pembangunan ibu kota yang baru juga ikut menciptakan peluang-peluang bisnis baru.
“Dukung aja ya apa yang perlu diperbaiki dari suatu kebijakan ini. Ya udah , kita perkuat sampai dunia usahanya itu seperti apa yang dimaksudnya, seperti apa yang terjadi dan semuanya memang menjadi, jika aku bisa melihat terukur, terstruktur, itu yang paling penting ya,” katakan Rosan.
Sementara itu, pengamat properti dari Colliers, Aleviery Akbar menjelaskan, memindahkan ibu kota maka aspek perumahan dan permukiman juga menjadi salah satu hal yang harus dikembangkan.
Hal penting yang perlu diperhatikan karena perlu dipertimbangkan sekitar satu juta orang pegawai negeri sipil (PNS) yang akan ikut pindah ke ibu kota baru tersebut.
“Investor perlu memperhatikan peraturan atau peraturan tentang kepemilikan tanah seperti status hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai,” kata Akbar.
Selain itu, Akbar disarankan agar para investor mencari informasi terlebih dahulu, mengenai bagaimana induk rencana dari ibu kota baru yang akan dibangun tersebut.
Hal itu perlu agar para investor dapat mempertimbangkan dan menentukan model investasi yang akan mereka lakukan, berdasarkan area dan zonasi yang ada di dalam masterplan tersebut.
Akbar menambahkan, investasi properti merupakan investasi jangka panjang dan dana yang digunakan adalah dari dana yang memang berlebih. Sebab, menurutnya, model investasi di sektor properti ini memerlukan tidak cair, untuk dapat dijual sesegera mungkin jika diperlukan memerlukan dana cepat.(VIVANews)