Safri Bacakan Sejarah Ringkas Kota Tanjungbalai Pada Rapat Paripurna

oleh

Asahansatu | Wakil ketua DPRD kota Tanjungbalai Safri Syahputra dari partai PKB membacakan sejarah ringkas hari jadi kota Tanjungbalai 27 Desember 1620 pada saat sidang rapat paripurna hari jadi kota Tanjungbalai yang ke 404.

Pada abad ke-XV satu keluarga bernama Batara Sinomba serta putri Langgagani dari Pagaruyung telah datang ke daerah Barumu dan menetap di desa Pinang Awan yang sekarang termasuk Kecamatan kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu. Dari kedua pasangan itu telah lahir seorang putra yang bergelar putra Tuan Batara, yang membuka pemukiman baru sebelah hilir Pinang Awan bernama Air Merah yang akhirnya Raja disana. Jumat (27/12/2024).

Raja Air Merah ini mempunyai dua orang istri dari permaisuri telah dikaruniai dua orang putra dan seorang putri yang bernama putri Ungu atau Siti Unai. Sedangkan dari istri kedua dikaruniai pula seorang putra.

Seiring dengan lajunya perkembangan kerajaan. Sang istri kedua telah mengatur strategi agar putra tunggalnya kelak menjadi Raja di Air Merah. Untuk itu, kedua putra Mahkota harus disingkirkan, dengan melancarkan sebuah fitnah yang keji, kedua putra mahkota akhirnya dapat disingkirkan.

Dengan sebuah perahu, mereka diusir agar meninggalkan Air Merah dan pada akhirnya sampai di Bandar Negeri Aceh. Disana mereka dapat bergaul dengan pekerti yang terpuji serta akrab dengan keluarga kerajaan. Beberapa tahun kemudian, rasa rindu akan kampung halaman mulai menggoda hati putra Raja tersebut dan mereka bersiap untuk kembali ke Negerinya di Air Merah (Barumun).

Sadar akan kepulangan mereka tidak akan diterima, maka mereka membawa serta pengawal yang diperkuat oleh tentara kerajaan Aceh. Benar sekali dugaan itu, kedatangan mereka disambut dengan suara tembakan yang mana penguasa Negeri itu bukan lagi Ayahanda mereka, tetapi telah diganti dengan putra dari istri kedua.

Dalam pertempuran itu, kekalahan terjadi pihak Air Merah dengan rajanya tertembak. Rakyat menjadi kacau balau dan siti ungu adik mereka yang terkenal akan kecantikannya tertangkap oleh tentara Aceh maka kedua putra raja itu merelakan Siti Ungu dibawa serta ke Negeri Aceh untuk dipersembahkan untuk menjadi istri Sultan. Setelah putus mufakat, maka pasukan Aceh segera kembali dengan membawa Siti Ungu ke Negerinya, sementara kedua abangnya melanjutkan pemerintahan di Air Merah dengan bijaksana serta Negeri itu pun menjadi aman dan makmur.

Beberapa tahun kemudian, kedua putra mahkota itu ingin mengetahui bagaimana keadaan Siti Ungu di Negeri Aceh. Selanjutnya mereka berangkat menuju Aceh, dalam perjalanan mereka singgah di Negeri Asahan untuk menemui seorang Bomoh yang akan mereka bawa ikut serta ke Negeri Aceh. Bomoh tersebut bernama Bayak Lingga atau Sikaro-karo yang menguasai banyak ilmu kedaulatan serta pengetahuan kebahasaan.

Setiba mereka di Negeri Aceh, telah mendapat sambutan yang baik sekali dari Sultan yang kebetulan pada saat itu mengadakan pertandingan besar dengan tamunya dari kerajaan seberang. Dalam permainan tersebut, Sultan kurang beruntung, beliau kalah bertaruh. Dengan keahlian tamunya dari Asahan itu, Tiba-tiba Sultan kembali menang dan terbalik lawannya yang menjadi kalah.

Untuk membalas kebaikan tamunya, maka Sultan menawarkan permintaan apa saja dari tamunya tersebut. Tiba-tiba Sultan terperanjat, sebab yang mereka minta adalah Siti Ungu untuk mereka bawa kembali ke Negerinya. Namun, pantang bagi Raja untuk mungkir janji walau Siti Ungu pada saat itu dalam keadaan hamil, diizinkan juga mereka bahwa dengan janji empat syarat, yaitu.

  • Situ Ungu tidak boleh menikah sebelum melahirkan.
  • Apabila bayinya laki-laki, maka agar dijadikan Raja.
  • Siti Ungu hanya boleh menikah dengan Bayak Lingga.
  • Turut seorang saksi dari Aceh untuk menyertai perjalanan mereka.

Dengan putus mufakat, mereka pun berangkat menuju Negerinya. Sementara Siti Ungu, Bayak Lingga beserta saksi Putra Sakmadir Rasinggag di Negeri Asahan. Setelah Siti Ungu melahirkan, ternyata bayinya adalah seorang putra dan diberi nama Abdul Jalil. Situ Ungu selanjutnya menikah dengan Bayak Lingga yang diberi gelar Raja Bolon.

Dari perkawinan tersebut, lahir seorang putra yang diberi nama Abdul Karim. Kemudian keturunannya bergelar Datuk Muda yang menjadi Bahu kanan Sultan. Ternyata pada saat penobatan Sultan, bukan Abdul Jalil yang diangkat bahkan dia diasingkan ke Daerah Batubara. Atas kejadian itu, Abdul Jalil mengirim surat kepada Sultan Aceh, dan Sultan Aceh sangat murka dengan serta merta beliau datang ke Asahan.

Kedatangannya diterima dengan baik oleh Raja Bolon. Dengan mempersiapkan kemah dekat Bandar Pulau sekarang dan tempat tersebut yang diberi nama Marjanji Aceh. Dari sana rombongan diperintahkan mengikuti perjalanan ke Hilir Sungai Asahan dan pada akhirnya sampai pada sebuah Tanjung, dan Sultan memerintahkan agar dibangun Balai tempat upacara secukupnya untuk tempat penambalan putranya Abdul Jalil sebagai Sultan Negeri Asahan.

Peristiwa penambalan itu terjadi pada tahun 1620 dan tanggal 27 Desember sebagai penghargaan atas jasanya sebagai pendiri Tanjungbalai. Dan akhirnya Balai yang dibangun di Tanjung itu disebut dengan Tanjungbalai yang pada hari ini genap berusia 404 (empat ratus empat) tahun.

Safri mengatakan, bahwa panitia penyelenggara peringatan hari jadi kota Tanjungbalai ke 404 tahun 2024 menerbitkan kembali atau menyuguhkan kepada pembaca sejarah ringkas berdirinya Kota Tanjungbalai.

No More Posts Available.

No more pages to load.